Keunikan dan Pesona Aceh: Negeri Serambi Mekah yang Wajib Dikunjungi

Aceh: Negeri Serambi Mekah yang Kaya Akan Warisan Budaya dan Alam Aceh, provinsi yang terletak di ujung barat Indonesia, dikenal dengan sebutan "Serambi Mekah." Provinsi ini bukan hanya kaya akan sejarah Islam, tetapi juga menawarkan keindahan alam yang memukau dan tradisi budaya yang kuat. Aceh adalah destinasi yang sempurna untuk kamu yang mencari pengalaman wisata yang unik sekaligus mempelajari sejarah panjang Indonesia. 1. Sejarah dan Peran Islam di Aceh Aceh memiliki sejarah panjang sebagai pintu masuk Islam di Nusantara. Sejarah mencatat bahwa Kerajaan Samudera Pasai di Aceh adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia. Karena itulah Aceh dijuluki Serambi Mekah, sebagai simbol peran pentingnya dalam penyebaran agama Islam di Indonesia. Hingga saat ini, adat istiadat dan hukum syariah masih sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Aceh. Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh menjadi ikon utama yang sering dikunjungi wisatawan. Masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempa...

Aceh Dalam Perang Rahasia Dari Masa Belanda Hingga Indonesia

GAM Di LIBYA
JUDUL tulisan ini sebagai pertanyaan yang harus diberi jawaban dengan kajian suatu fakta berdasarkan sejarah panjang.
Karena itu, menyelesaikan masalah Aceh tidak mungkin seperti menyelesaikan gunung yang meletus, hanya kepungan asap di puncaknya saja yang dipadamkan. Untuk menyelesaikan suatu masalah manusia sebagai suatu etnis yang meledak sepanjang zaman harus berdasarkan pertanyaan kenapa perut gunung itu menyimpan magma yang selalu dapat meluap dengan letusan yang merusak alam sekitarnya.Mari kita melihat data historis untuk menjajaki kenapa perut gunung Aceh bergolak terus sepanjang masa.

Pertanyaan kenapa Aceh bergolak sepanjang masa dengan singkat dapat terjawab berdasarkan historis yang panjang: Bangsa Aceh selalu diingkari oleh pihak-pihak yang pernah memperoleh jasa dan budi baik rakyat Aceh.
Ketika Belanda berjuang mati-matian selama 80 tahun merebut kemerdekaan dari penjajah Spanyol di tahun 1568-1648 M, di mana Belanda kemudian menjadi negara merdeka, Sultan Aceh-lah yang memberi pengakuan pertama. Baru sesudah itu negara-negara lain di dunia.
Sultan Aceh dengan gelar Sultan Alaidin Riayatsyah ketika itu mengirim pernyataan pengakuan itu dengan sepucuk surat resmi kepada Raja Belanda pada tahun 1602 M.
Karena tergiur dengan sumber daya alam yang tangguh, dengan watak Barat yang berambisi menjajah bangsa Timur, Belanda melanjutkan niatnya untuk menjajah Aceh. Belanda mempersiapkan perang semesta untuk menaklukkan Aceh.
Seorang pakar Belanda ternama, Dowes Dekker, yang mendapat gelar dengan nama Multa Tuli secara gencar mengkritik dan memprotes niat buruk Belanda untuk memerangi Aceh dengan suratnya tertanggal Oktober 1872. Surat itu berbunyi: "Yang Mulia Gubernur Jenderal di Batavia, bahwa yang mulia menyatakan perang terhadap kerajaan Aceh untuk merampas negara Aceh yang dilakukan dengan dasar di luar moral dan provokasi licik yang dibuat-buat."
Dengan tindakan seperti itu, Belanda bukan saja tidak tahu berterima kasih bahkan juga tidak etis dan tidak bermoral oleh karena selama 80 tahun Belanda berperang menuntut kemerdekaan dari penjajah Spanyol dan memperoleh kemerdekaan pada tahun 1602 negara Aceh-lah yang pertama memberi pengakuan kepada pemerintah baru Belanda sebagai negara dan bangsa yang baru merdeka.
Demikian bunyi surat Dowes Dekker tersebut.

Meskipun kritik Dowes Dekker (Pujangga Multatuli) begitu logis dan gencar, Belanda tidak mengurungkan niatnya untuk memerangi Aceh. Berarti di sini Belanda mengingkari budi dan jasa baik orang Aceh. Tanggal 26 Maret 1873 Komisaris Belanda MJFN Neuwe Huyzen menyatakan perang terhadap Aceh
Tanggal 27 Maret 1873 pasukan Belanda melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh. Pada 8 April 1873, jam 5.30 pagi armada Belanda mendarat di Pantee Ceureumen, sejak itu bergeloralah pertempuran sengit antara pasukan Belanda dan rakyat Aceh.
Panglima Perang Belanda JG Van Tie dan beberapa perwira lainnya tewas dengan peluru dan rencong Aceh, dan sejumlah serdadu tewas. Setelah berlangsung pertempuran dahsyat, Masjid Besar Baiturrahman dapat direbut pasukan Belanda.
Tanggal 26 Januari 1874 Istana Sultan Aceh (dalam Sultan) jatuh ke tangan Belanda. Jenderal Van Swieten segera mengawatkan ke Batavia tentang kemenangan Belanda di Aceh.
Tanggal 31 Januari 1874 Jenderal Van Swieten mengumumkan bahwa seluruh Aceh jadi bagian dari Kerajaan Belanda.
Anehnya Jenderal Van Swieten yang sudah bertugas selama 8,5 bulan di tahun 1874 segera meminta bebas dari tugas memimpin perang melawan rakyat Aceh dengan alasan bahwa dia menghadapi suatu bangsa yang gagah berani yang sulit ditundukkan, terkenal sebagai suatu bangsa yang tak pernah dijajah dan tangkas berperang.
Ia menyarankan kepada penguasa Belanda dan Batavia, bahwa untuk melenyapkan semangat juang rakyat Aceh yang sulit dipadamkan, seluruh lambang keagungan rakyat Aceh harus segera dilenyapkan dari muka Bumi Aceh. Maka, tidak mengherankan kalau pasukan Belanda melaksanakan saran tersebut dengan menghancurkan seluruh bangunan Istana Sultan (dalam Sultan) yang di dalamnya tersimpan berbagai lambang keagungan Aceh.
Tidak mengherankan kita datang di Aceh tidak melihat lagi lambang-lambang keagungan seperti Istana Sultan dan lain-lain, sebagaimana kesultanan Yogyakarta dan lain-lain daerah.
Dalam karyanya setebal 320 halaman Paul Van't Voer membagi perang di Aceh dalam 4 (empat) periode: 1. Perang Aceh I (1873-1874) 2. Perang Aceh II (1874-1880) 3. Perang Aceh III (1881-1896) 4. Perang Aceh IV (1897-1942)
Perang Aceh I dan II adalah perang total dan frontal, di mana pemerintah masih berjalan mapan, meskipun ibu kota negara telah dipindahkan ke Keumala Dalam, Indra Puri dan tempat-tempat lain.
Perang Aceh III adalah perang gerilya total dan teratur, di mana fungsi pemerintahan tidak berperan lagi karena sering-sering berpindah tempat.
Dan Perang Aceh IV adalah perang gerilya kelompok dan perorangan dengan perlawanan, penyerbuan, penghadangan dan pembunuhan tanpa komando dari pusat.
Menurut Paul Van't Voer, perang Aceh baru berakhir di tahun 1942 dengan kekalahan total pihak Belanda. Ini berarti bahwa perjuangan orang Aceh tidak sia-sia dalam mengenyahkan kekuasaan Belanda, bukan di Aceh saja, tetapi di seluruh Indonesia. Dengan demikian, sesungguhnya orang Aceh tak perlu berkecil hati dengan perjuangan mati-matian Sultan Aceh dan panglima-panglimanya serta seluruh rakyat Aceh. Sultan Aceh sendiri dan keluarganya dihukum buang ke Ambon kemudian Batavia dan itu sebagai penghinaan yang tiada taranya terhadap orang Aceh.
Demikian kalimat akhir tulisan Paul Van't Voer.
Dengan kemenangan berperang melawan Aceh oleh Belanda, rupanya bukan berarti perang telah selesai, situasi aman tenteram dan damai. Malah perang melawan Belanda bagi rakyat Aceh makin berkecamuk dan menggebu-gebu selama 30 tahun (1873-1908). Lebih-lebih setelah Sultan Aceh terakhir, Sultan Alaiddin Muhammad Dausyah, turun di medan perang, bergerilya bersama rakyat melawan serdadu Belanda di hutan-hutan Aceh Timur, Aceh Utara dan Pidie. Itu sebabnya gejolak yang paling menonjol di Aceh adalah di ketiga kabupaten ini.

Demikian sekelumit.
Sejarah keingkaran Belanda terhadap budi baik rakyat Aceh akibat tergiurnya Belanda dengan sumber daya alam Aceh. Itulah yang membuat rakyat Aceh tidak pernah padam gelora hatinya menentang keingkaran Belanda sepanjang masa. Apa yang terjadi di Aceh kini adalah sama penjajahan Belanda di sambung oleh Indonesia dengan daleh yang tidak beralasan dan tidak sah, rupanya RI sudah lupa jasa-jasa bangsa Aceh dan kini malah pemberian madu oleh Aceh di balas dengan racun oleh Penjajah indonesia.
Tidak mungkin bangsa yang seperti ini bisa hidup bersama di bawah satu payung, kini serdadu Indonesia bertambah berutal di Aceh dengan ganas memperkosa, merampok, membunuh, dan membakar sekolah dan rumah-rumah penduduk serta toko-toko yang pada saat Kondisi sekarang ini hanya ABRI seakan Tuhan di Aceh hitam puteh harus ikut kata mereka-meraka yang jahanan ini, Apakah ini bisa di benarkan dunia Internasional tantu jawabnya tidak, tapi yakinlah kebenaran, keadilan, kemerdekaan akan tegak dan berdiri di Bumi Aceh.
Cuma memang kebenaran itu selalu datang terlambat ketika itu juga ABRI dengan tanpa maruah minta maaf dan tentu Mahkamah Internasional akan memprosesnya apakah di Adili di Luar atau cukup di dalam Negeri saja. Sekarang jalan keluar dan penyelesaian terbaik adalah kembali pada resam dunia yaitu campur tangan dunia Internasional dan PBB segera ke Acheh demi untuk menyelamatkan anak-anak dan bangsa Aceh dari kebiadaban serdadu indonesia. dan kini Parlemen Eropa telah mengambil berat dan perhatian tentang kemanusian di Acheh dalam forum itu indonesia tidak mau hadir dan banyak alasan tapi Parlemen Eropa tidak memperdulikanya malah memberikan sokongan terhadap Pemerintahan Acheh yang berada di pengasingan alangkah dustanya indonesia di luar Negeri mempropagandakan Acheh telah aman sementara di dalam bangsa Acheh di bantai siang dan malam.

Perang Rahasia.
Berita tetang kematian TNI selalu ditutupi untuk meredam kesedihan dan kekalahan TNI di lapangan sama hal nya pada masa Zaman Belanda dulu malah kalau pun ada korban di pihak TNI di beritakan hanya cedara di ujung jari saja karena terkena peluru GAM. pedahal banyak korban TNI mati di Acheh sampai menjadi masalah karena uang pampasan hidup keluarga yang di tinggalkan tidak di bayar, malah di sunat oleh atasan mereka.
Perang terus berlangsung antara dibunuh atau membunuh beribu TNI di kerim silih berganti ke Acheh, dengan bermacam nama Pasukan, namun GAM tetap kekar dan tegar walaupun ada kekurangan itu biasa namanya saja Griliya mesti kurang ini dan itu, tapi ketahuilah pembantaian sivil atau rakyat biasa oleh TNI tidak di beritakan dan malah TNI menjadikan rakyat sebagai temeng mereka mencari GAM, ini adalah fakta dan kenyataan, dan TNI menutup keadaan lapangan yang sebenar, wartawan dan NGO dilarang untuk meliput dan menulis keadaan yang sebenarnya terjadi di Negeri Modal itu. Malah Insan jurnalis seperti Ersa Siregar di tembak dan di bunuh TNI sedangkan mereka terlebih dahulu berterik jangan tembak saya wartawan, namun TNI tidak memperdulikanya.

DM, telah gagal di Acheh kini mereka menghadapi Masalah baru Warga Acheh di adudomba sesama sendiri agar mereka lupa menghadapi Jawa sebagai musuhnya,cara ini sudah di lakukan Belanda pada zaman dahulu dan sekarang Jawa mengulanginya terhadap bangsa Acheh.>
Hati bangsa Acheh tidak dapat di kuasai oleh indonesia sampai kapanpun.
karena sejarah menjadi saksi kebiadaban semenjak dari Seokarno sampai anak cucunya Mega Karno keturunan yang tidak pandai berterimakasih, kalau dengan senjata ditangan membunuh bangsa Acheh yang tidak bersenjata itu bukan Hero namanya.

Merdeka adalah jalan yang paling mulia bagi Acheh dan termasuk untuk kepentingan indonesia sendiri di masa depan sudah sekian tahun dibawah indonesia tidak ada kemajuan malah semakin dililiti utang dan penderitan yang berkepanjangan sudah tentu kerena mereka tidak pandai mengatur negara dan wajar di tendang keluar seperti Tim-Tim menendang RI, Lima tahun lagi pasti akan ada Warga RI dikerim untuk tenaga kerja membersihkan WC ke Negara yang baru Merdeka itu

Ulasan

Catatan popular daripada blog ini

STATUS ACHEH DALAM NKRI

Menteri Pendidikan Aceh Merdeka angkatan tahun 1976

SYARAT UNTUK DI TERIMA MENJADI TEUNTRA DAULAH ISLAMIYAH